Warga Desa Kepau Jaya Blokir Jalan Masuk Lahan Negara yang Diduga Dikuasai Ayau

Warga Desa Kepau Jaya Blokir Jalan Masuk Lahan Negara yang Diduga Dikuasai Ayau

Kabar Kampar - Tokoh Kenagarian Buluh Nipis, Aswir Datuk Lelo Sati mengatakan, aksi unjukrasa warga digelar karena warga sudah muak dengan pihak perusahaan yang membuka kebun sawit di tanah ulayat kenagarian Buluh Nipis, Kenagarian Desa Buluh Nipis, Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau, Jum'at (9/12/22) sore.

“Karena itu apabila pihak perusahaan tidak bisa memenuhi tuntutan warga, maka massa mengancam akan mendirikan tenda untuk menutup akses keluar masuk perusahaan. Saat ini buah sawit Ayau dilarang dikeluarkan untuk sementara sebelum ada kesepakatan antara perusahaan dengan warga," kata Aswir usai aksi unjukrasa terkait sengketa kebun sawit dengan pengusaha Suryanto Wijaya alias Ayau,

Dari pantauan di lokasi, ratusan massa berunjukrasa di depan gerbang perusahaan milik Ayau. Massa memblokade jalan menuju kebun Atau dengan membangun tenda untuk menghalangi mobil mengangkut buah sawit keluar kawasan.

Sementara sejumlah aparat kepolisian dari Polres Kampar terlihat berjaga-jaga di lokasi demi mengamankan aksi tersebut

Massa menyebut perusahaan PT Sharindo Agri Lestari (SAL) milik Ayau sejak tahun 1996 telah melakukan penyerobotan dengan mendirikan kebun sawit dalam hutan kawasan dan tanah ulayat kenagarian Buluh Nipis.

"Yang kami inginkan Hadirkan Suryanto Wijaya alias Ayau dan Dinas Perkebunan disini, karena mereka yang menyatakan lahan ini milik perusahaan.

Kami menghimbau kepada Ayau, agar mengikuti aturan adat. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kalau tidak bisa mengikuti aturan itu, silahkan angkat kaki dari kampung kami karena Ayau sudah mengangkangi hukum.

Datuk Maharaja Besar, Kenegerian Buluh Nipis Suardi mengatakan, pihaknya menaruh harapan besar kepada Bupati Kampar, Gubernur Riau, Kementerian LHK dan Presiden Jokowi untuk membantu menyelesaikan sengketa lahan ulayat warga Kenegerian Buluhnipis dengan PT SAL.

"Kepada Bapak Bupati, Gubernur, Menteri Kehutanan dan Presiden Jokowi kami berharap agar dapat diselesaikan hak tanah ulayat kami sesuai dengan UU yang berlaku," kata Suardi.

Ia memaparkan, PT SAL tidak memiliki izin dalam beroperasi alias ilegal. Kalau memang perusahaan telah berizin, warga minta perusahaan untuk menunjukkan bukti-buktinya.

"Kalau memang perusahaan ini memiliki izin, tolong tengokkan kepada kami. Kalau tidak tegakkan hukum karena kami butuh keadilan dan kesejahteraan," lanjut Suardi.

Suardi menuntut agar PT SAL milik Ayau memberikan hak warga sebesar 50 persen dari total lahan yang dikelola Ayau.

"Kami berkeinginan peraturan ditegakkan, hak kami ada sesuai perundang-undangan yang berlaku. Kami ingin kebun, ingin tanah ulayat kami kembali. Kalau menurut kehendak kami itu Fifty-Fifty atau 50 persen dari 1.500 hektar," tegasnya.

Terkait klaim perusahaan yang mengaku telah membeli lahan dari Datuk Kenegerian Buluh Nipis pada waktu lalu, Suardi menyanggah hal tersebut. Menurutnya, kalau memang itu dibeli, perusahaan harus menunjukkan bukti tersebut kepada warga.

"Selama ini dia cuma mengatakan beli, tapi tidak menengokkan bukti dokumentasi dan surat jual belinya," kata dia.

Kemudian Ninik Mamak Desa Buluh Cina, Amiruddin Datuk Rajo Lelo menabahkan bahwa terkait lahan yang sudah disebut sudah dibeli PT SAL, masyarakat Desa Buluh Cina mengaku tidak ada yang menjualnya kepada Ayau.

"Dia merasa membeli, sama siapa dia beli? Sedangkan didalam peraturan UU tidak boleh terbit surat di dalam kawasan," sebut dia.

Amiruddin menegaskan, pihaknya menantang perusahaan untuk membuktikan hal tersebut di Pengadilan. "Ya sama-sama dibuktikan kita dubdata di Pengadilan. Kami ini sekali melangkah nggak surut apapun yang terjadi, karena kami memperjuangkan masyarakat adat kami," tegasnya.

Sementara, Ninik mamak Desa Buluh Cina, Mahsum Datuk Tumenggung ikut bersuara. Dengan tegas dan lantang ia mengatakan Ayau telah mengakui bahwa kebun sawitnya berada di kawasan Desa Buluh Nipis, Kepau Jaya dan Buluh Cina.

"Ini tanah kami, nenek moyang kami yang punya, angkat sawitnya dengan pucuk-pucuk angkat, hak kami bumi, tinggal tiga desa ini," ujar Mahsum.

Menanggapi pernyataan warga, Humas Kebun PT Sarindo Agri Lestari, Soewito menantang warga untuk menggugat tuntutan mereka itu ke Pengadilan.

Menurutnya, sejak dibuka tahun 1996 hingga saat ini, tidak ada satu masyarakatpun tidak ada menuntut lahan dan bersengketa dengan kita.

"Ini 1.500 hektar, satu masyarakatpun sampai sekarang tidak pernah menyatakan ini tanah mereka. Artinya apa, jual belinya sah. Kalau memang tanah itu ada yang tak terbeli, tentunya kata serobot itu ada. Sampai sekarang tidak ada sudah 26 tahun," beber Soewito.

Soewito menjelaskan, Ayau membeli lahan tersebut dari Datuk, Ninik Mamak, Desa yang pada waktu itu masih Kenegerian Buluh Nipis.

Untuk meredam situasi ini, kata Soewito, pihak kepolisian meminta perusahaan agar kembali menjalin mediasi di Polres Kampar yang rencananya akan diagendakan pada Selasa (13/12/2022) esok.

Ia menyayangkan aksi warga memblokade akses masuk ke perusahaan dan melarang buah sawit dibawa keluar dari lokasi kebun tersebut. Saat aksi ini tidak satupun pihak perusahaan yang bisa dikonfirmasi termasuk Ayau sendiri.**